Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2019

Kasus Shaken Baby Syndrome, baby Xavier mengalami koma akibat guncangan

Bayi asal Seattle, Amerika Serikat bernama Xavier mengalami koma akibat guncangan. Kondisi ini berawal dari orang tuanya yang harus bekerja dan secara bergantian mengasuh Xavier. Xavier merupakan bayi prematur.  Saat usia Xavier 3 bulan, ayahnya bergiliran mengasuh karena ibunya bekerja di siang hari. Saat itulah Xavier mengalami henti nafas. Ayahnya mengatakan bahwa Xavier tersedak susu, namun hasil pemeriksaan medis menunjukkan Xavier mengalami perdarahan di bagian otak sehingga menyebabkan kejang dan koma.  Luapan emosi ayah yang tidak terkendali, sehingga mengguncang Xavier mengakibatkan anaknya mengalami kerusakan otak. Kondisi seperti ini disebut Shaken Baby Syndrome.  Shaken baby syndrome merupakan cedera kepala atau otak serius yang disebabkan oleh guncangan kuat pada bayi atau balita. Sindrom ini menghancurkan sel otak dan menghambat otak mendapatkan oksigen yang cukup. Shaken Baby Syndrome berisiko kerusakan otak secara permanen bahkan kematian.  Bayi us

Cara tepat pertolongan pertama gigitan ular berbisa

Prinsip dasar pertolongan pertama gigitan ular berbisa hampir sama dengan kasus trauma lainnya. Dimulai dengan evaluasi airway, control vervical, breathing, circulation, disability dan exposure (ABCDE). Selanjutnya perhatikan tanda dan gejala khas dari gigitan ular untuk mengidentifikasi spesiesnya.  Jangan mengikat arteri, karena dapat menyebabkan iskemi jaringan hingga gangren.  Anamnesis pasien : Bagian tubuh mana yang tergigit ular? Kapan waktu kejadian tergigit ular?  Apa yang dilakukan setelah kejadian tersebut?  Seperti apa ciri ularnya untuk mengetahui spesiesnya?  Apa yang dirasakan pasien saat ini?  Pemeriksaan fisik.  Mencari tanda-tanda klinis : Sindroma 1 : Semua spesies viperidae.  Keracunan lokal (bengkak) disertai perdarahan/ gangguan pembekuan darah.  Sindroma 2 : Spesies russells's viper.  Keracunan lokal (bengkak).  Perdarahan/ gangguan pembekuan darah. Shock.  Gagal ginjal akutakut dengan edema konjungtiva.  Kemosi

Gejala klinis gigitan ular menurut sindroma 1, 2, 3, 4 dan 5

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak spesies hewan beracun. Ular merupakan salah satu hewan yang banyak berkembang biak, sehingga kasus gigitan ular sering terjadi. Sangat penting untuk dipahami, cara tepat mengenali gejala dan penanganan gigitan ular berbisa.  Jenis ular. Terdapat 3 jenis family ular yang hidup di Asia Tenggara : Elapidae.  Viperidae.  Colubridae.  Di Indonesia terdapat 2 kategori family ular yang umum ditemukan, yaitu : Kategori I : sangat berbisa, umumnya menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi.  Family elapidae (kategori I) : bungarus candidus / ular weling/ malayan krait - Sumatera, Jawa, Bali.  naja sputatrix / ular sendok jawa/ javan spitting cobra - Jawa, Nusa Tenggara.  naja sumatrana / ular sendok sumatera/  equatorial spitting cobra - Sumatera, Kalimantan.  acanthopis laevis / ular belang maut/ smooth-scaled death adder - Maluku, Papua.  Family Viperidae (kategori I) : calloselasma rhodo

Dosis dan cara pemberian serum anti bisa ular

Polivalen merupakan satu-satunya serum anti bisa ular yang dimiliki oleh Indonesia. Serum anti bisa ular polivalen dibuat dari plasma kuda yang dapat memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat neurotoksik. Untuk spesies lainnya belum ada antivenom yang tersedia hingga saat ini.  Indikasi pemberian serum anti bisa ular : Ditemukan salah satu gejala keracunan sistemik.  Bengkak lebih dari setengah dari ekstremitas yang tergigit dalam 48 jam setelah gigitan.  Penyebaran bengkak yang cepat dalam beberapa jam ke area pergelangan kaki, tangan dan mata kaki jika digigit di tangan. Pembengkakan kelenjar getah bening di area aliran limfa yang tergigit. Serum anti bisa ular polivalen untuk gigitan ular jenis : naja sputatrix (ular sendok Jawa/Javan spitting cobra) Venom dari ular ini bersifat neurotoksik.  bungarus fasciatus (ular welang/banded krait) Venom dari ular ini bersifat neurotoksik. agkistrodon rhodostoma (calloselasma rhodostoma/ ular tanah/ malayan p

Dosis, jadwal, cara pemberian vaksin anti rabies dan serum anti rabies

Rekomendasi post-exposure prophylaxis menurut WHO.  Kategori I. Deskripsi :  Menyentuh atau memberi makan binatang. Kontak kulit intak dengan sekret maupun dengan ekskret hewan/penderita rabies. Post-Exposure Prophylaxis :  Tidak dikategorikan sebagai kejadian gigitan. Tidak dibutuhkan pemberian post-exposure prophylaxis rabies.  Kategori II.  Deskripsi :  Gigitan pada kulit tanpa pelindung, goresan minimal, maupun abrasi tanpa perdarahan.  Post-Exposure Prophylaxis :  Vaksin harus diinjeksikan secepatnya.  Kategori III.  Deskripsi :  Gigitan transdermal tunggal maupun multipel.  Jilatan pada kulit yang tidak infak. Kontaminasi membran mukosa dengan saliva dari jilatan dan gigitan kelelawar. Post-Exposure Prophylaxis :  Vaksin anti rabies dan serum anti rabies harus diinjeksikan segera mungkin.  Serum anti rabies dapat diberikan hingga 7 hari setelah injeksi vaksin anti rabies dosis pertama.  Pedoman pemberian serum anti rabi

Tata laksana penyakit rabies

Infeksi rabies setelah gigitan hewan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : Keparahan luka.  Lokasi gigitan.  Jumlah virus yang masuk ke dalam luka. Varian (genotipe) virus yang masuk ke dalam luka.  Status kekebalan korban gigitan.  Kesigapan pemberian post-exposure prophylaxis.  Jika tidak diberikan post-exposure prophylaxis, seseorang dapat mengalami gejala rabies setelah gigitan pada : Kepala sebesar 55%. Ekstremitas atas sebesar 22%. Trunkus 9%. Tungkai bawah 12%. Jumlah virus pada saliva hewan penular rabies bervariasi tergantung fase penyakit pada hewan tersebut, hal ini mempengaruhi risiko infeksi virus rabies pada korban gigitan.  Rekomendasi post-exposure prophylaxis menurut WHO.  Kategori I. Deskripsi :  Menyentuh atau memberi makan binatang. Kontak kulit intak dengan sekret maupun dengan ekskret hewan/penderita rabies. Post-Exposure Prophylaxis :  Tidak dikategorikan sebagai kejadian gigitan. Tidak dibutuhkan pemberian

Strategi mencegah penyakit rabies

Rabies (penyakit anjing gila) adalah infeksi virus akut yang menyerang sistem saraf pusat. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies (VR). Rabies awalnya merupakan penyakit zoonosis yang menginfeksi hewan liar dan hewan peliharaan (seluruh mamalia rentan terserang infeksi virus rabies).  Hewan yang dapat menularkan virus rabies ke manusia, antara lain : Anjing.  Kera.  Musang.  Kucing.  Penularan dari hewan ke hewan dan hewan ke manusia dapat terjadi melalui kontak dengan saliva hewan yang terinfeksi, seperti : Melalui gigitan.  Melalui cakaran.  Melalui jilatan hewan pada kulit yang luka dan membran mukosa.  Sebagian besar kasus rabies yang menular ke manusia disebabkan oleh gigitan anjing. Infeksi yang telah menimbulkan gejala dan tanda klinis dapat berakibat fatal dan mematikan. Angka kasus kematian akibat infeksi rabies mencapai hampir 100%. Oleh sebab itu infeksi rabies menjadi masalah kesehatan dunia. Penyakit rabies endemik di semua benua, kecual

Overdosis Acetaminophen

Overdosis Acetaminophen masih menjadi masalah global hingga saat ini. Obat ini dikenal dengan Paracetamol yang merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang paling sering digunakan di seluruh dunia. Data yang tercatat di Amerika, menunjukkan lebih dari 50% kasus keracunan Acetaminophen menyebabkan gagal hati akut, hingga 20% kasus membutuhkan transplantasi hati. Penting bagi petugas kesehatan untuk mengetahui penggunaan Acetaminophen dengan benar. Mekanisme kerja Acetaminophen.  Acetaminophen sebagai antipiretik : bekerja dengan menginhibisi sintesis prostaglandin pada hipotalamus (Inhibitor Cyclo-Cyclo-Oxygenase/COX-2).  Acetaminophen sebagai analgesik : bekerja dengan mengaktivasi jalur sorotoninergik antinosiseptif inhibitor.  Farmakologi.  Absorpsi Acetaminophen merupakan asam lemah sehingga dapat secara cepat diabsorpsi oleh duodenum dan mencapai kadar peak plasma dalam 2-4 jam. Absorpsi akan terhambat jika bersamaan dengan konsumsi makanan. Metabolisme A

Kasus medis Ensefalitis Rabies dengan Miokarditis menyerupai Infark Miokard ST-Elevasi

Tingkat mortalitas infeksi rabies hampir mencapai 100% jika gejala sudah muncul.  Penjelasan kasus.  Wanita usia : 65 tahun.  Keluhan : sesak nafas, pareshtesia lengan kanan dan ansietas. Riwayat penyakit saat ini : saat tiba di IGD, hasil EKG menunjukkan ST-Elevasi.  Riwayat penyakit sebelumnya : pasien sebelumnya pernah datang ke 2 fasilitas kesehatan dengan gejala. muskuloskeletal dan serangan panik. Hasil pemeriksaan semuanya normal.  Hasil pemeriksaan fisik. Pasien tampak takipnea dan distress.  (Gambar 1. EKG) (Gambar 1. Hasil EKG) 1- to 2-mm ST-elevation di leads V1, V2 dan aVR (panah merah) dan ST depresi difus di banyak lead - II, III, aVF dan V3-6 (panah hitam)  Hasil laboratorium : Troponin 0,8 ng/mL. Pottasium 2,8 mg/dL. Asam laktat 8,78 mmol/L. Bikarbonat 14 mmol/L. Anion gap 22. Tata laksana.  Pasien dilakukan kateterisasi jantung darurat, namun hasil arteri koroner bersih. Kemudian pasien dibawa ke ICU dan muncul gejala di

Tanatologi, tanda kematian dalam ilmu forensik

Tanatologi berasal dari kata thanatos yang berarti kematian dan logos yang berarti ilmu. Tanatologi adalah ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian beserta faktor yang mempengaruhi.  Secara konvensional, kematian dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :  Mati somatis : kematian yang ditandai ketika seseorang kehilangan kepribadian, kesadaran, tidak dapat komunikasi dengan lingkungan, kehilangan gerakan volunteer atau stimulus sensorik. Namun, sistem sirkulasi dan respiratori masih berfungsi baik secara spontan atau dengan bantuan sehingga sel dan jangan tubuh masih hidup.  Dapat disamakan dengan mati serebral atau Brain Death-Vegetative State.  Brain death meluas hingga batang otak : kematian batang otak (midbrain, post dan medulla). Pada kondisi ini tubuh tidak dapat bernafas secara spontan dan tanpa intervensi serangan jantung hipoksia akan terjadi dalam beberapa menit hingga menyebabkan kematian seluler yang ireversi

Kasus medis Atresia Oeshophagus

Penjelasan kasus.  Bayi laki-laki lahir secara seksio sesarea (sesar), dari Ibu G1P0A0. Hamil 37 minggu, disesar atas indikasi ketuban pecah dini dan CTG non reaktif.  Pemeriksaan ibu.  Perut tampak sangat membuncit (polihidramnion).  Riwayat ANC rutin di bidan.  Hanya USG 1 × di usia kehamilan 8 minggu.  Pemeriksaan bayi.  Jenis kelamin : laki-laki.  Berat badan : 2127 gram.  Panjang badan : 44 cm.  Saat lahir tidak ada keluhan.  APGAR 8/9. HR : 130× RR : 60× Suhu : 36,5°C SpO2 : 98-100% Mata : CA -/-, SI -/- Mulut : Sianosis(+) saat memasang ogt terdapat tahanan.  Thorax : Cor : BJ murni (+), irama jantung reguler (+), bising jantung (-)  Pulmo : brokovesikuler, rh-/-, wh-/-, retraksi (+) minimal. Abdomen : supel, BU (+)  Hepatomegali (-)  Splenomegali (-)  Ekstremitas : akrab hangat, crt < 2 detik. Anus (-)  Genitalia : penis (+), testis +/- Diagnosis sementara :  NCB-SMK. Atresia ani.  Atresia oeshophagus.  Undescensus

Toksoplasmosis Kongenitalis

Toksoplasmosis Kongenitalis adalah infeksi parasit toxoplasma gondii yang ditularkan dari ibu selama janin berada dalam kandungan. Parasit toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia dan menginfeksi 1-8 dari 1000 bayi baru lahir. Sekitar 50% ibu hamil yang terinfeksi akan melahirkan bayi dengan Toksoplasmosis Kongenitalis. Jika ibu terinfeksi pada akhir kehamilan, maka resiko terjadinya infeksi pada janin akan lebih besar. Jika janin terinfeksi pada awal kehamilan maka penyakit akan lebih berat. Penyebab.  Penyebab Toksoplasmosis Kongenitalis adalah parasit toxoplasma gondii. Toksoplasma menginfeksi kucing dan telurnya terdapat dalam kotoran kucing. Telur ini tetap menular selama berbulan-bulan. Seorang wanita dapat tertular melalui tanah atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran kucing yang mengandung telur parasit. Infeksi toksoplasma juga dapat ditularkan melalui daging mentah atau belum matang sempurna. Parasit toxoplasma gondii juga dapat hidup

Tata laksana Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil (amandel) yang dapat menyerang segala usia.  Tonsil adalah kelenjar getah bening di mulut bagian belakang (di puncak tenggorokan) yang berfungsi membantu menyaring bakteri dan mikroorganisme untuk mencegah infeksi. Tonsilitis akut : dapat kambuh walaupun penderita sudah mendapatkan pengobatan, maka perlu dihindari faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronik.  Faktor yang mempengaruhi berulangnya tonsilitis :  Rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu). Cuaca. Pengobatan tonsilitis yang tidak memadai. Kebersihan rongga mulut yang kurang baik. Tonsilitis kronik : tampil dalam bentuk hipertrofi hiperplasia atau bentuk atrofi. Pada anak tonsilitas kronik sering disertai pembengkakan kelenjar submandibularis adenoiditis, rinitis dan otitis media. Penyebab.  Penyebabnya adalah infeksi bakteri streptokokus atau infeksi virus.  Gambaran klinik.  Penderita mengeluh sakit saat menelan. Lesu seluruh t

Shock Septik

Shock septik adalah kondisi dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis (infeksi).  Shock septik sering terjadi pada : Bayi baru lahir. Usia > 50 tahun. Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.  Penyebab.  Shock septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu. Akibat sitokinesis : zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi.  Racun yang dilepaskan oleh bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan gangguan peredaran darah. Faktor risiko shock septik : Penyakit menahun. Kencing manis. Kanker darah. Infeksi saluran kemih dan kelamin. Penyakit hati. Infeksi kandung empedu. Infeksi usus.  Pemakaian antibiotik jangka panjang. Infeksi pasca tindakan medis atau pembedahan. Gejala.  Penurunan kesiagaan mental dan kebingungan yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih. Tekanan darah turun. Berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari jantung