Skip to main content

Gejala klinis gigitan ular menurut sindroma 1, 2, 3, 4 dan 5

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak spesies hewan beracun. Ular merupakan salah satu hewan yang banyak berkembang biak, sehingga kasus gigitan ular sering terjadi. Sangat penting untuk dipahami, cara tepat mengenali gejala dan penanganan gigitan ular berbisa. 


Jenis ular.
Terdapat 3 jenis family ular yang hidup di Asia Tenggara :
  1. Elapidae. 
  2. Viperidae. 
  3. Colubridae. 

Di Indonesia terdapat 2 kategori family ular yang umum ditemukan, yaitu :

Kategori I : sangat berbisa, umumnya menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi. 

Family elapidae (kategori I) :
  • bungarus candidus/ ular weling/ malayan krait - Sumatera, Jawa, Bali. 
  • naja sputatrix/ ular sendok jawa/ javan spitting cobra - Jawa, Nusa Tenggara. 
  • naja sumatrana/ ular sendok sumatera/ equatorial spitting cobra - Sumatera, Kalimantan. 
  • acanthopis laevis/ ular belang maut/ smooth-scaled death adder - Maluku, Papua. 

Family Viperidae (kategori I) :
  • calloselasma rhodostoma/ agkistrodaon rhodostoma/ ular tanah/ malayan pit viper - Jawa, Madura. 
  • daboia siamensis/ bandotan puspa/ eastern russell's viper. 
  • trimeresurus albolabris/ ular bangkai laut/ viper hijau - Jawa, Sumatera, Kalimantan. 

Kategori II : sangat berbisa dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi. 

Family elapidae (kategori II) :
  • calliophis bivirgatus/ blue malayan coral/ blue coral snake. 
  • ophiophagus hannah/ king cobra - Sumatera, Kalimantan, Jawa. 
  • bungarus fasciatus/ ular welang/ banded krait. 
  • bungarus flaviceps/ ular kepala merah/ red-headed kraitkrait - Sumatera, Kalimantan.
  • acanthopis rugosus/ rough-scaled death adder - Maluku, Papua. 
  • pseudechis papuanus/ papuan black snake - Maluku, Papua. 
  • oxyuranus scutellatus/ coastal taipan - Maluku, Papua. 
  • pseudechis rossignolii/ papuan pygmy mulga snake - Maluku, Papua. 
  • micropechis ikaheka/ ular putih/ senawan tanah irian - Maluku, Papua. 
  • pseudonaja textilis/ ular coklat timur/ eastern brown snake - Maluku, Papua. 

Family viperidae (kategori II) :
  • trimeresurus purpureomaculatus/ mangrove pit viper - Sumatera.
  • trimeresurus insularis/ ular viper timur/ white-lipped island pit viper - Jawa, Bali, Komodo Island, Wetar, Bangka, Sumatera, Sulawesi. 

Gejala klinis. 
Gejala klinis dapat diklasifikasikan menurut sindroma untuk membantu identifikasi penyebabnya. 

Sindroma 1 :
  • Semua spesies viperidae. 
  • Keracunan lokal (bengkak) disertai perdarahan/ gangguan pembekuan darah. 

Sindroma 2 :
  • Spesies russells's viper. 
  • Keracunan lokal (bengkak). 
  • Perdarahan/ gangguan pembekuan darah.
  • Shock. 
  • Gagal ginjal akutakut dengan edema konjungtiva. 
  • Kemosis dan insufisiensi pituitari akut. 

Sindroma 3 :
  • Spesies kobra/ king kobra. 
  • Keracunan lokal (bengkak) disertai paralisis. 

Sindroma 4 :
  • Paralisis dengan minimal/ tidak ada keracunan lokal. 
  • Tergigit di darat saat tidur ➡ spesies krait.
  • Tergigit di laut atau air ➡ spesies ular laut.
  • Tergigit di Maluku/ Papua Barat dengan atau tanpa perdarahan atau gangguan pembekuan darah ➡ spesies australasian elapid. 

Sindroma 5 :
  • Paralisis dengan urin coklat dan gagal ginjal akut. 
  • Tergigit di darat dengan perdarahan/ gangguan pembekuan darah ➡ spesies russell's viper. 
  • Tergigit di darat saat tidur ➡ spesies krait.
  • Tergigit di laut/ air ➡ spesies ular laut. 

Gejala lokal. 
  • Bekas gigitan taring. 
  • Nyeri lokal. 
  • Perdarahan lokal. 
  • Memar. 
  • Bengkak. 
  • Blistering. 
  • Limfangitis (pembesaran kelenjar getah bening). 
  • Nekrosis. 

Gejala sistemik. 
  • Umum : ansietas, mual, muntah, malaise, nyeri perut, lemah, mengantuk.
  • Kardiovaskular : kehilangan kesadaran, shock, hipotensi, aritmia, pusing. 
  • Capillary Leak Syndrome (family russell's viper) : kemosis, wajah bengkak, pembengkakan parotis, efusi pleura dan perikardial, edema pulmoner, albuminuria massif, hemokonsentrasi. 
  • Perdarahan dan gangguan pembekuan (family viperidae) : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan intrakranial, hemoptysis, melena, hematuria, perdarahan per vaginam, ekimosis, ptekie. 
  • Neurologis (family elapidae, viperidae) : mengantuk, parastesia, gangguan indera pengecap, ptosis, ophtalmoplegia, paralisis, aphonia, regurgitasi dari hidung, disfagia.
  • Otot rangka (family ular laut, krait, russell's viper) : nyeri umum, nyeri otot, kaku, trismus, myoglobinuria, hyperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut. 
  • Ginjal (family viperidae, ular laut) : hematuria, nyeri punggung bawah, myoglobinuria, oliguria/anuria, uremia, gejala gagal ginjal. 

Komplikasi. 
Komplikasi jangka panjang :
  • Kerusakan jaringan. 
  • Amputasi. 
  • Ulserasi kronis. 
  • Infeksi. 
  • Osteomyelitis. 
  • Arthritis. 
  • Kontraktur. 
  • Penyakit ginjal kronis. 
  • Defisit neurologis. 
  • Morbiditas psikologis kronis. 








Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri...

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.

Kasus medis ruam gatal di bawah payudara (Tinea corporis et regio thoracal) dan obatnya

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 28 tahun datang dengan keluhan sebagai berikut : Ruam di kulit bagian bawah payudara sejak seminggu. Ruam terasa gatal terutama saat berkeringat. Awalnya ruam berukuran kecil dan semakin membesar. Memakai pakaian ketat. Jarang mengganti pakaian saat berkeringat. Riwayat alergi (tidak ada). Riwayat diabetes melitus (tidak ada). Riwayat pemakaian lotion ataupun bedak di area tersebut (tidak ada). Riwayat hamil (tidak ada). Riwayat pemakaian kontrasepsi hormonal (tidak ada). Keterangan : pasien telah memakai obat gentamisin krim selama 3 hari namun ruam tidak membaik. Status dermatologi : Terdapat plak eritema berbatas tegas dengan central healing. Diagnosis medis : Tinea corporis et regio thoracal. Untuk membuktikannya bisa dilakukan skin scraping dan diKOH mencari hifa dan spora. Terapi yang diberikan : Loratadin 2 x 1 tab. Mikonazol cream 2 x 1 ue dioles tipis. Obat golongan azole dan diberikan selama...