Skip to main content

Tata laksana penyakit rabies

Infeksi rabies setelah gigitan hewan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :
  • Keparahan luka. 
  • Lokasi gigitan. 
  • Jumlah virus yang masuk ke dalam luka.
  • Varian (genotipe) virus yang masuk ke dalam luka. 
  • Status kekebalan korban gigitan. 
  • Kesigapan pemberian post-exposure prophylaxis. 

Jika tidak diberikan post-exposure prophylaxis, seseorang dapat mengalami gejala rabies setelah gigitan pada :
  • Kepala sebesar 55%.
  • Ekstremitas atas sebesar 22%.
  • Trunkus 9%.
  • Tungkai bawah 12%.
Jumlah virus pada saliva hewan penular rabies bervariasi tergantung fase penyakit pada hewan tersebut, hal ini mempengaruhi risiko infeksi virus rabies pada korban gigitan. 

Rekomendasi post-exposure prophylaxis menurut WHO. 
Kategori I.
Deskripsi : 
  • Menyentuh atau memberi makan binatang.
  • Kontak kulit intak dengan sekret maupun dengan ekskret hewan/penderita rabies.
Post-Exposure Prophylaxis : 
  • Tidak dikategorikan sebagai kejadian gigitan.
  • Tidak dibutuhkan pemberian post-exposure prophylaxis rabies. 
Kategori II. 
Deskripsi : 
  • Gigitan pada kulit tanpa pelindung, goresan minimal, maupun abrasi tanpa perdarahan. 
Post-Exposure Prophylaxis : 
  • Vaksin harus diinjeksikan secepatnya. 
Kategori III. 
Deskripsi : 
  • Gigitan transdermal tunggal maupun multipel. 
  • Jilatan pada kulit yang tidak infak.
  • Kontaminasi membran mukosa dengan saliva dari jilatan dan gigitan kelelawar.
Post-Exposure Prophylaxis : 
  • Vaksin anti rabies dan serum anti rabies harus diinjeksikan segera mungkin. 
  • Serum anti rabies dapat diberikan hingga 7 hari setelah injeksi vaksin anti rabies dosis pertama. 
Tata laksana gigitan hewan penular rabies :
  • Pencucian luka : langkah pertama yang sangat penting dalam kasus gigitan hewan penular rabies. 
  • Luka gigitan dicuci dengan air mengalir dan sabun selama 10-15 menit. 
  • Setelah pencucian luka, berikan antiseptik (alkohol 70%, betadine, dll). 
  • Luka gigitan hewan penular rabies tidak boleh dijahit untuk mengurangi invasi virus pada jaringan luka, kecuali luka lebar yang dalam dan terus mengeluarkan darah.
  • Dapat dilakukan jahitan situasional untuk menghentikan perdarahan. 
  • Pemberian vaksin anti rabies dan serum anti rabies ditentukan menurut kategori luka gigitan. 
  • Kontak dengan (liur atau saliva hewan rabies) tapi tidak ada luka, maka tidak perlu diberikan vaksin anti rabies dan serum anti rabies. 
  • Pada kasus luka risiko rendah hanya diberikan vaksin anti rabies saja. 
  • Tidak semua kasus gigitan hewan penular rabies harus diberikan vaksin anti rabies, tergantung riwayat apakah sebelumnya penderita gigitan pernah mendapatkan vaksin atau tidak. 
  • Pada kasus luka risiko tinggi harus diberikan vaksin anti rabies dan serum anti rabies. 
Profilaksis sebelum terpapar virus rabies (Post-Exposure Prophylaxis/PrEP Rabies). 
PrEP rabies berupa vaksin anti rabies sebaiknya diberikan untuk populasi yang berisiko tinggi terpapar virus rabies karena tuntutan pekerjaan atau lokasi tempat tinggal, seperti :
  • Pekerja yang berisiko tinggi terkena infeksi virus hidup (staf laboratorium, dokter hewan, petugas kebun binatang). 
  • Tinggal atau berkunjung ke daerah terjangkit rabies. 







Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri...

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge...

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.