Skip to main content

Dosis, jadwal, cara pemberian vaksin anti rabies dan serum anti rabies

Rekomendasi post-exposure prophylaxis menurut WHO. 
Kategori I.
Deskripsi : 
  • Menyentuh atau memberi makan binatang.
  • Kontak kulit intak dengan sekret maupun dengan ekskret hewan/penderita rabies.
Post-Exposure Prophylaxis : 
  • Tidak dikategorikan sebagai kejadian gigitan.
  • Tidak dibutuhkan pemberian post-exposure prophylaxis rabies. 
Kategori II. 
Deskripsi : 
  • Gigitan pada kulit tanpa pelindung, goresan minimal, maupun abrasi tanpa perdarahan. 
Post-Exposure Prophylaxis : 
  • Vaksin harus diinjeksikan secepatnya. 
Kategori III. 
Deskripsi : 
  • Gigitan transdermal tunggal maupun multipel. 
  • Jilatan pada kulit yang tidak infak.
  • Kontaminasi membran mukosa dengan saliva dari jilatan dan gigitan kelelawar.
Post-Exposure Prophylaxis : 
  • Vaksin anti rabies dan serum anti rabies harus diinjeksikan segera mungkin. 
  • Serum anti rabies dapat diberikan hingga 7 hari setelah injeksi vaksin anti rabies dosis pertama. 

Pedoman pemberian serum anti rabies/imunoglobulin anti rabies/rabies imunoglobulin. 
Serum anti rabies diberikan untuk luka yang termasuk kategori III (yaitu, kategori penting untuk mendapatkan pengobatan segera). Contoh luka kategori III :
  • Gigitan di kepala. 
  • Gigitan di leher. 
  • Gigitan di wajah. 
  • Gigitan di kemaluan. 
Berikan infiltrasi serum anti rabies ke dalam luka dan sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya diinjeksikan secara intra-muscular di lokasi yang distal terhadap luka (misalnya paha anterior). 
  • Untuk Human Rabies Imunoglobulin : dosis sebanyak 20 IU/kg.
  • Untuk Equine Rabies Imunoglobulin : dosis sebanyak 40 IU/kg.
Pedoman pemberian vaksin anti rabies untuk post-exposure prophylaxis rabies dengan regimen intra-muscular maupun intradermal. 
Regimen vaksin anti rabies intra-muscular untuk post-exposure prophylaxis rabies :
Terdapat 3 pilihan jadwal pemberian vaksin anti rabies secara intra-muscular untuk paparan kategori II dan kategori III. 

Regimen 5 dosis intra-muscular (1-1-1-1-1). 
  • Satu dosis vaksin diinjeksikan pada hari ke 0, 3, 7, 14 dan 28.
  • Regio deltoid : pada orang dewasa. 
  • Regio antero-lateral paha : pada anak-anak. 
Regimen 2-1-1 (2-0-1-0-1). 
  • Dua dosis diberikan pada hari ke 0 pada regio deltoid lengan kanan dan kiri.
  • Tambahan satu dosis masing-masing diberikan pada hari ke 7 dan ke 21.
Regimen 4 dosis dengan serum anti rabies untuk paparan kategori II dan kategori III. 
  • Vaksin harus diinjeksikan pada lokasi yang sesuai dengan rekomendasi. 
  • Injeksi vaksin pada regio gluteus harus dihindari. 
Regimen vaksin anti rabies intradermal untuk post-exposure prophylaxis rabies :
  • Regimen intradermal menggunakan lebih sedikit volume vaksin dibandingkan intra-muscular. 
  • Verorab™ dan Rabipur™ telah terbukti keamanan dan efikasinya sebagai vaksin anti rabies regimen intradermal. 
  • Volume vaksin anti rabies per lokasi injeksi intradermal yang direkomendasikan WHO adalah 0,1 mL. 

  • Vaksin yang diinjeksikan secara intradermal harus membentuk benjolan pada kulit yang nampak dan terpalpasi.
  • Apabila tidak diharapkan pemberian intradermal ternyata masuk ke subkutan atau intra-muscular, maka satu dosis baru harus diberikan secara intradermal. 
Jadwal dan cara pemberian vaksin anti rabies intradermal untuk post-exposure prophylaxis mengikuti metode intradermal 2 regio, yaitu :
  • Satu dosis vaksin (0,1 mL) diberikan secara intradermal pada dua regio drainase limfatik yang berbeda (biasanya diinjeksikan pada regio deltoid lengan atas kanan dan kiri dan regio supraskapular) pada hari ke 0, 3, 7 dan 28.
Pedoman pemberian vaksin anti rabies sebagai PrEP rabies. 
Vaksin anti rabies untuk PrEP rabies dapat diberikan secara intra-muscular maupun intradermal. 
  • Pemberian secara intra-muscular : Dewasa ➡ vaksin anti rabies diinjeksikan ke otot deltoid lengan, satu dosis diberikan pada hari ke 0, 7, 21, atau 28.
  • Anak-anak usia < 2 tahun ➡ vaksin anti rabies diinjeksikan ke otot paha, satu dosis diberikan pada hari ke 0, 7, 21 atau 28.
Pemberian secara intradermal :
  • Vaksin anti rabies dengan dosis 0,1 mL diinjeksikan pada hari ke 0, 7, 21 atau 28.
  • Apabila pasien juga mendapatkan kemoprofilaksis anti malaria, maka yang dipilih adalah pemberian vaksin anti rabies secara intra-muscular. 
Pemberian vaksin booster/ulangan.
  • Pemberian vaksin anti rabies dan PrEP rabies diusahakan lengkap sesuai jadwal. Tetapi tidak perlu mengulangi jadwal vaksinasi dari awal apabila pemberian vaksin tidak bisa mengikuti jadwal. 
  • Setelah mendapatkan vaksin anti rabies lengkap, dapat dilakukan monitoring dan pemberian vaksinasi booster/ulangan untuk orang yang berisiko tinggi terpapar virus rabies. 
  • Untuk orang yang sering kontak dengan virus rabies hidup, dilakukan pengambilan sampel serum tiap 6 bulan sekali. Satu dosis booster diberikan apabila titer serum kekebalan < 0,5 IU/mL.
  • Untuk dokter hewan atau petugas kebun binatang yang bekerja di daerah endemik rabies, perlu dilakukan pengambilan sampel serum setiap 2 tahun sekali. Satu dosis booster diberikan apabila titer serum kekebalan < 0,5 IU/mL.
Pedoman pemberian post-exposure prophylaxis rabies untuk pasien yang pernah mendapatkan PrEP rabies. 
Pemberian serum anti rabies tidak diperlukan untuk orang yang sudah pernah divaksinasi sebelum paparan, namun tetap diberikan pada kondisi tertentu, seperti :
  • Pasien yang pernah divaksinasi, namun vaksin yang digunakan bukan merek yang telah terbukti potensinya. 
  • Penderita penyakit immunodeficiency (seperti HIV AIDS). 
Jadwal 1.
  • Satu dosis vaksin diinjeksikan secara intra-muscular atau intradermal pada hari ke 0 dan 3.
  • Satu dosis intra-muscular : 1 mL atau 0,5 mL (tergantung tipe vaksin). 
  • Satu dosis intradermal : 0,5 mL per regio injeksi. 
Jadwal 2.
  • Diberikan post-exposure prophylaxis intradermal "4 regio" yang terdiri dari 4 dosis injeksi intradermal.
  • Dosis masing-masing 0,1 mL pada regio deltoid kanan dan kiri, regio paha atau supraskapular, diberikan sekaligus dalam sekali pertemuan. 
Langkah pencegahan rabies di Indonesia, antara lain :
  • Tidak memberi izin untuk memasukkan anjing, kera, kucing dan hewan mamalia sejenisnya di daerah bebas rabies.
  • Memusnahkan anjing, kera, kucing dan hewan mamalia sejenisnya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
  • Memberikan vaksin pada setiap anjing, kera, kucing dengan jumlah 70% populasi dalam jarak minum 10 km dari lokasi yang ditemukan kasus rabies. 
  • Tanda bukti vaksin pada setiap hewan yang telah divaksinasi. 
  • Mengurangi jumlah populasi anjing liar dengan cara membunuh atau mencegah perkembangbiakan. 
  • Menangkap dan mengobservasi hewan yang menggigit manusia selama 10-14 hari.
  • Hewan yang mati selama masa observasi ataupun sengaja dibunuh, harus diambil spesimen untuk diperiksa di laboratorium dan didiagnosis. 
  • Pengawasan ketat lalu lintas anjing, kera, kucing dan hewan mamalia sejenisnya.
  • Membunuh atau mengurung hewan terinfeksi rabies selama 4 bulan. 
  • Mengubur hewan rabies yang mati sedalam 1 meter ataupun dibakar. 
  • Melarang pembuangan bangkai hewan yang terinfeksi rabies. 







Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.