Skip to main content

Tanatologi, tanda kematian dalam ilmu forensik

Tanatologi berasal dari kata thanatos yang berarti kematian dan logos yang berarti ilmu. Tanatologi adalah ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian beserta faktor yang mempengaruhi. 


Secara konvensional, kematian dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : 
  • Mati somatis : kematian yang ditandai ketika seseorang kehilangan kepribadian, kesadaran, tidak dapat komunikasi dengan lingkungan, kehilangan gerakan volunteer atau stimulus sensorik. Namun, sistem sirkulasi dan respiratori masih berfungsi baik secara spontan atau dengan bantuan sehingga sel dan jangan tubuh masih hidup. 
Dapat disamakan dengan mati serebral atau Brain Death-Vegetative State. 

Brain death meluas hingga batang otak : kematian batang otak (midbrain, post dan medulla). Pada kondisi ini tubuh tidak dapat bernafas secara spontan dan tanpa intervensi serangan jantung hipoksia akan terjadi dalam beberapa menit hingga menyebabkan kematian seluler yang ireversible. 
  • Mati seluler : kematian sel dan jaringan, tidak dapat berfungsi atau tidak memiliki aktivitas metabolik (aerobik). Proses yang terjadi akibat iskemia dan anoxia (kegagalan kardiorespiratori). 
Tanda kematian. 
Tanda kematian adalah perubahan yang terjadi pada tubuh mayat, dapat ditemukan dini atau beberapa waktu kemudian. Perubahan post-mortem berhubungan dengan perkiraan, kejadian yang terjadi sebelumnya dan indikasi kematian. 

Lebam mayat (Hypostasis - Livor Motis). 
  • Lebam terjadi ketika sirkulasi berenti, dimana propulsi arteri dan venous return tidak dapat mengalirkan darah lagi. 
  • Darah yang tidak mengalir atau stagnan akan tertarik ke bagian paling bawah karena gravitasi. 
  • Terjadi hipostasis : sel eritrosit akan terlihat dari kulit bagian atas seperti warna merah kebiruan. 
Distribusi lebam tergantung pada postur tubuh setelah kematian. 
  • Kasus yang paling sering terjadi ketika tubuh terlentang dengan posisi (punggung, bokong dan bahu di bagian bawah). 
  • Pada posisi seperti ini, bidang permukaan akan menekan pembuluh pada area tersebut sehingga mencegah pembentukan lebam. 
  • Maka terbentuk warna kulit putih tanpa diskolorasi. Setelah posisi mayat dirubah, lebam akan terdistribusi (gambar 1).

(Gambar 1) Lebam Post-Mortem : terlihat area pucat akibat tekanan permukaan. 

  • Lebam mayat biasanya muncul pada 20-30 menit setelah kematian dan lebam menetap setelah 6-12 jam. 
  • Lebam mayat mungkin tidak muncul pada kematian bayi, lanjut usia atau penderita anemia. 
Kaku mayat (Rigor Mortis). 

(Gambar 2) Bentuk rigor yang terjadi secara instan setelah kematian. 

Kekakuan otot muncul 3-6 jam setelah kematian, tergantung pada lingkungan dan suhu udara. Kaku otot akan bertahan sampai terjadi proses autolisis (12 jam setelah rigor). 
  • Badan hangat dan tidak kaku : kematian < 3 jam. 
  • Badan hangat dan otot kaku : 3-8 jam setelah kematian. 
  • Badan dingin dan otot kaku : 8-36 jam setelah kematian. 
  • Badan dingin dan otot tidak kaku : kematian telah > 36 jam. 
  • Awalnya kekakuan terjadi pada sendi-sendi kecil seperti, otot wajah dan leher, kemudian ke bagian pergelangan tangan, kaki, lutut dan pinggul. 
  • Faktor yang mempengaruhi kekakuan otot, antara lain : suhu (semakin dingin proses kekakuan akan berlangsung lebih lama) dan aktivitas sebelum kematian. 
Pembusukan (Putrefaction). 
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan akibat autolisis dan bakteri. Proses autolisis disebabkan oleh enzim digezif dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan tubuh. Sedangkan bakteri dalam tubuh (sebagian besar dari usus, clostridium welchii) dapat tumbuh pada darah. 

(Gambar 3) Post-Mortem dekomposisi setelah 2 minggu tampak gambaran marbling di kulit akibat pecahnya hemoglobin. 

  • Proses pembusukan terjadi setelah 3 hari kematian (pada suhu 18°C).
  • Tanda pembusukan awal yang dapat dilihat oleh mata adalah diskolorasi pada dinding abdomen bawah (fosa iliak kanan) dimana terdapat saekum yang penuh bakteri.
  • Kemudian organisme akan meluas melalui sistem vena dan menimbulkan gambar cabang berwarna merah kehijauan yang disebut marbling, akibat pecahnya hemoglobin (gambar 3).
  • Selanjutnya akan terjadi distensi tubuh akibat pembusukan oleh gas. Gas menyebabkan pembengkakan pada area skrotum dan payudara. 
  • Larva mulai muncul 36-48 jam setelah terjadi proses pembusukan gas, pengukuran panjang larva dapat memprediksi waktu kematian. 
Adiposera (lilin mayat). 
  • Proses hidrolisis dan hidrogenerasi jaringan lemak dalam tubuh menghasilkan bahan yang lunak dberminyak, berminyak dan berwarna keputihan. Setelah kematian beberapa bulan sampai tahunan, adiposera akan menjadi lebih rapuh dan pucat.
  • Pembentukan adiposera membantu menjaga bentuk organ tubuh terutama yang mengandung lemak. Proses adiposera juga dapat menghambat pembusukan karena peningkatan asam dan dehidrasi (hidrolisis). 
  • Adiposera dapat berlangsung 3-12 bulan setelah kematian, namun dapat juga terjadi lebih cepat tergantung faktor lingkungan dan tubuh. 
Mumifikasi. 

(Gambar 4) Mumifikasi pria setelah 10 minggu kematian. 

  • Proses terjadinya pengeringan jaringan tubuh menggantikan proses pembusukan.
  • Proses mumifikasi dapat terjadi pada lingkungan yang kering. 
  • Jaringan tubuh akan mengeras, kering, berwarna kehijauan atau kehitaman. 




Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri...

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge...

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.