Skip to main content

Diagnosa dan tata laksana Hand Food Mouth Disease (HFMD)

Diagnosis Hand Food Mouth Disease (HFMD) ditegakkan melalui :
  • Anamnesis. 
  • Pemeriksaan fisik. 
  • Pemeriksaan penunjang. 
  • Identifikasi virus. 

Anamnesis dan pemeriksaan fisik. 
Hand Food Mouth Disease (HFMD) dapat diawali dengan gejala prodomal, seperti :
  • Demam 38°C-39°C selama 1-2 hari. 
  • Nafsu makan menurun. 
  • Dehidrasi. 
  • Malaise. 
  • Nyeri saat menelan. 
  • Nyeri abdomen. 
  • Kelainan pada kulit muncul 1-2 hari setelah gejala prodomal muncul. 

Tanda tipikal Hand Food Mouth Disease (HFMD) :
  • Erupsi vesikel pada telapak tangan dan kaki. 
  • Awalnya lesi kulit tampak seperti makula.
  • Papul multipel berwarna merah muda terang. 
  • Kemudian membentuk vesikel-vesikel kecil berukuran 4-8 mm dengan kulit eritema di sekitarnya. 
  • Vesikel-vesikel kemudian pecah lalu membentuk lesi-lesi erosi berbentuk oval dan berwarna kuning keabuan dikelilingi halo eritematus.
Vesikel-vesikel dapat muncul pada :
  • Kaki dan tangan. 
  • Sisi-sisi kaki dan tangan. 
  • Bokong. 
  • Genitalia eksterna. 
Ruam-ruam muncul pada :
  • Lidah. 
  • Mukosa pipi. 
  • Palatum durum.
  • Mukosa orofaring. 

Pemeriksaan penunjang. 
Bila dibutuhkan pemeriksaan penunjang lebih jauh, dapat dilakukan kultur virus atau pemeriksaan dengan PCR bassed assay. 

Virus dapat diambil melalui :
  • Vesikel-vesikel yang timbul. 
  • Swab kerongkongan. 
  • Feses pasien. 
Biopsi kulit tidak dianjurkan untuk kasus topikal Hand Food Mouth Disease (HFMD) karena hasilnya bersifat non spesifik. 

Pada kasus yang sulit, infeksi coxsackievirus A6 dapat dikonfirmasi melalui enterovirus reverse-transcriptase PCR pada sampel yang diambil dari :
  • Swab feses. 
  • Kerongkongan. 
  • Dasar vesikel. 
  • Sampel serum pasien. 
PCR bassed assay lebih sensitif dibandingkan kultur virus dalam mendeteksi CVA6. Biopsi kulit pada lokasi exhantem yang disebabkan oleh infeksi virus CVA6 menunjukkan vesikulasi intra-epidermal dengan predileksi pada stratum granulosum dan stratum spinosum bagian atas, serta nampak infiltrat yang didominasi oleh neutrofil. 

Diagnosis banding. 
Hand Food Mouth Disease (HFMD) nampak menyerupai berbagai jenis penyakit kulit lainnya. 

Paling menyerupai ➡
  • Eczema herpeticum. 
Pertimbangan kemungkinan ➡
  • Autoimmune blistering disorder; Linier immunoglobulin; A bullous dermatosis.
  • Herpes zoster diseminata. 
  • Erupsi obat : Steven Jhonson Syndrome.
  • Erythema multiforme. 
  • Leukocytoclastic vasculitis. 
  • Varisela. 
Selalu singkirkan kemungkinan ➡
  • Infeksi herpes simpleks. 
Tata laksana. 
Tata laksana bertujuan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan mencegah dehidrasi. 
  • Hand Food Mouth Disease (HFMD) derajat berat memerlukan terapi intensif. 
  • Deteksi dini kasus yang berpotensi menjadi berat perlu dilakukan. 
  • Lakukan intervensi yang tepat. 
Tata laksana Hand Food Mouth Disease (HFMD), sebagai berikut :
Jenis terapi ➡ Lini pertama
Terapi : Antipiretik
Level of evidence : E

Terapi : Acetaminophen
Level of evidence : E

Terapi : Ibuprofen
Level of evidence : E

Terapi : Analgetik
Level of evidence : E

Terapi : Hidrasi
Level of evidence : E

Jenis terapi ➡ Lini kedua
Terapi : Imunoglobulin untuk infeksi berat, tidak direkomendasikan untuk Hand Food Mouth Disease (HFMD) self-limited
Level of evidence : C

Terapi : Pleconaril 
Level of evidence : B

Komplikasi. 
  • Komplikasi serius yang paling umum terjadi pada Hand Food Mouth Disease (HFMD), yaitu meningitis aseptik. Meningitis aseptik jarang bersifat fatal dan pasien tidak mengalami sekuel permanen. 
Komplikasi Hand Food Mouth Disease (HFMD) yang disebabkan oleh infeksi enterovirus 71 (EV71) terasosiasi dengan komplikasi neurologik yang parah, seperti :
  • Ensefalitis. 
  • Ensefalomielitis. 
  • Polio-like syndrome. 
  • Miokarditis. 
  • Edema paru. 
  • Perdarahan pulmoner.
  • Kematian. 
Prognosis. 
  • Vesikel-vesikel pada kulit pasien Hand Food Mouth Disease (HFMD) tipikal biasanya pecah dan membentuk krusta, kemudian menghilang dalam 7-10 hari.
  • Exhantem yang disebabkan oleh infeksi CVA6 biasanya sembuh dalam 1-2 minggu.
  • Onikomedesis biasanya terjadi setelah episode infeksi coxsackievirus A16 (CV-A16) dan enterovirus 71 (EV71). 




Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri...

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge...

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.