Skip to main content

Ditemukan kasus Pneumonia yang resisten terhadap antibiotik

Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus pneumoniae. Terapi pengobatan Pneumonia menjadi perhatian karena bakteri streptococcus pneumoniae sudah mulai resisten terhadap antibiotik, sehingga disebut Drugs-resistant S. Pneumoniae (DRSP). Serotipe DRSP sudah resisten terhadap golongan makrolid, seperti azithromycin (60% kasus terjadi di Amerika). 


Presentasi kasus. 
Pria 66 tahun datang ke IGD dengan riwayat batuk kering selama 4 hari dan memberat hingga dahak berwarna merah. 

Keluhan :
  • Demam sejak 1 hari disertai lemas. 
  • Nafas lebih cepat dari biasanya.
  • Nyeri dada sebelah kanan saat batuk.
  • Riwayat penyakit : hipertensi dan hiperkolesterolemia. 
  • Riwayat pengobatan : Tidak mengkonsumsi antibiotik selama 3 bulan ini. 

Pemeriksaaan fisik :
Tanda vital :
  • Tekanan darah : 128/76 mmHg. 
  • Denyut nadi : 102 x/menit.
  • Laju nafas : 24 x/menit.
  • Suhu : 38,5°C.
  • SpO2 : 94%
Pemeriksaan paru :
  • Takipnea ringan. 
  • Perkusi redup pada paru-paru kanan bawah. 
  • Rhonki (-). 
  • Wheeing (-). 
  • Pemeriksaan lain dalam batas normal. 

Pemeriksaan laboratorium :
  • Leukosit : 4.200 sel/ul
  • Neutrofil : 72%
  • Limfosit : 12%
  • Trombosit : 1.800 sel/ml
  • Albumin : 3,9-5 g/dL
  • Total bilirubin : 0,6
  • AST : 18 IU/L
  • ALT : 23 IU/L
  • Alkalin fosfatase : 98 IU/L
  • Natrium : 138 mEq/L
  • Kalium : 4,2 mEq/L
  • Kalsium : 8 mg/dL
  • Klorida : 99 mmol/L
  • BUN : 17 mg/dL
  • Kreatin : 1,1 mg/dL
  • GDS : 87 mg/dL

Pemeriksaan gold standard untuk diagnosis CABP adalah X-ray Thorax. Pada pasien ditemukan pneumonia lobar pada lobus kanan bawah paru-parunya tanpa disertai efusi (seperti dalam gambar). 


Untuk meringankan beban biaya pengobatan, pasien pneumonia ringan/risiko rendah diterapi rawat jalan untuk mencegah komplikasi dari super infeksi nosokomial. CURB-65 merupakan scoring yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan pneumonia dan menentukan perawatan inap/rawat jalan. 

Berdasarkan pedoman IDSA/ATS 2007 untuk pengobatan pneumonia, menunjukkan bahwa penggunaan agen makrolid dapat menurunkan angka mortalitas pada pasien pneumonia rawat jalan. Namun sebesar 40% bakteri streptococcus pneumoniae yang diisolasi, dinyatakan resisten terhadap antibiotik makrolid di Amerika Serikat. 

Risiko yang berhubungan dengan DRSP, antara lain :
  • Penggunaan antibiotik (3 bulan terakhir).
  • Usia > 65 tahun. 
  • Penyakit imunosupresif. 
  • Penyakit komorbid.
  • Asma. 
  • Diabetes melitus. 
  • Riwayat konsumsi alkohol. 

Diskusi kasus. 
  • Evaluasi terhadap terapi antibiotik pada pasien pneumonia dilakukan dalam 48-72 jam setelah insiasi terapi.
  • Antibiotik sebaiknya tidak diganti sebelum 72 jam pemberian, kecuali apabila terjadi penurunan kondisi yang signifikan atau patogen penyebab sudah diketahui pasti.
  • Gambaran radiologi biasanya akan bersih dalam 4 minggu pada pasien usia < 50 tahun, namun dapat tertunda hingga > 12 minggu pada pasien lanjut usia. 
  • Evaluasi rontgen ulang sebaiknya dilakukan apabila terdapat gejala persisten atau pasien dengan risiko tinggi keganasan (perokok berat atau usia > 50 tahun).
  • Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan yang dilakukan, diagnosa pasien CABP dapat ditegakkan. 
  • Hasil scoring CURB-65 : 1, pasien diterapi rawat jalan. 
  • Satu hal yang tidak disadari adalah pada area tersebut memiliki 48% tingkat resisten terhadap makrolid. Sedangkan pasien diberikan terapi sesuai pedoman, yaitu azithromycin monoterapi.
  • Dua hari berikutnya pasien datang ke IGD dengan gejala memberat dan sesak hingga saturasi oksigen 89%.
  • Kemudian dirawat di ruang ICU dengan terapi Levoflaxine IV. 
  • Hasil dari kultur darah adalah streptococcus pneumoniae resisten terhadap aazithromycin namun sensitif terhadap fluorokuinolon. 

Kesimpulan. 
  • Penggunaan makrolid sebagai terapi tunggal untuk pneumonia harus dipertimbangkan terutama pada era meningkatnya DSRP. 
  • Menurut pedoman IDSA, pilihan monoterapi untuk CAP adalah fluorokuinolon dan doksisiklin. 
  • Kasus ini menunjukkan bahwa resistensi antibiotik terhadap Pneumonia sudah meningkat, sedangkan antibiotik yang tersedia tidak bertambah. 
  • Sebagai petugas kesehatan penting untuk meningkatkan perhatian terhadap resistensi antibiotik yang meningkat seiring waktu. 
  • Data mengenai pola resistensi antibiotik juga harus tersedia dan edukasi untuk pilihan terapi penyakit CABP. 









Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.