Mahasiswi kedokteran bermimpi menjadi dokter dan berjuang mencapai impiannya demi meraih prestasi agar dapat menyelesaikan program studi kedokteran tepat waktu. Namun, mimpi itu sirna bagi sebagian dokter wanita, saat dihadapkan pilihan bekerja atau membangun keluarga. Mengapa demikian?
Wanita memiliki peran utama dan terpenting dalam keluarga. Beban ini terus meningkat dan membuat dokter wanita menurunkan dedikasinya terhadap dunia kedokteran. Pada akhirnya membuat wanita meninggalkan profesinya sebagai dokter.
Penelitian University of Michigan mendapatkan data sebesar 40% dokter wanita meninggalkan karir medisnya pada 6 tahun pertama setelah lulus studi spesialisasi dengan alasan utama adalah keluarga.
Di Indonesia belum ada data pasti mengenai hal ini, namun cukup sering ditemukan wanita akhirnya mengambil keputusan untuk berhenti meneruskan profesi dokternya demi membangun keluarga.
Umumnya studi kedokteran selesai pada usia 25-35 tahun (usia produktif bagi wanita). Pada rentang waktu ini sebagian dokter wanita vakum sementara waktu untuk membangun keluarga. Vakum pada awal karir sebagai dokter berdampak pada perjalanan karir selanjutnya.
Medical scape melaporkan terdapat 36% perbedaan besar gaji dokter spesialis pria yang lebih tinggi dibandingkan wanita dan terus meningkat setiap tahunnya.
Menurunnya jam kerja serta produktivitas seorang dokter wanita karena memiliki peran dan tanggung jawab yang besar terhadap keluarga akan menurunkan gaji dan juga kesempatan untuk berkembang. Hal ini yang menimbulkan perbedaan cukup signifikan antara dokter wanita dan pria.
Profesi dokter adalah profesi yang sulit dijalani. Jam kerja yang panjang serta tanggung jawab besar dalam memperjuangkan hidup dan mati manusia membutuhkan fisik dan kekuatan mental yang kuat. Hal ini akan sulit dicapai apabila dokter memiliki tekanan dalam kehidupan pribadinya. Dokter wanita yang kehidupan pribadinya belum stabil akan memilih profesi lain dimana tekanan dalam pekerjaan tidak seberat dan sesulit dokter.
Sebagian besar wanita meninggalkan dunia kedokteran karena tidak sanggup dalam menghadapi tekanan-tekanan yang ada. Salah satu tekanan yang dimaksud adalah seksisme. Beberapa dokter wanita mengalami perlakuan yang tidak pantas dan harus bekerja lebih keras agar diakui dalam dunia kedokteran.
National Academics of Sciences, Engineering and Medicine (NASEM) tahun 2018 melaporkan :
- Sebanyak 58% wanita Sciences, Engineering and Medicine (SEM) menerima perlakuan pelecehan seksual.
- Perilaku pasien terhadap dokter wanita pun tidak sama terhadap dokter pria, kecuali pada bidang ginekologi.
Apapun yang terjadi, harus melihat dari sisi positifnya di mana saat ini dunia sudah menjadi lebih setara. Akan tetapi, masih diperlukan usaha untuk menjunjung tinggi kesetaraan terutama di dunia kedokteran.
"Jika saya tahu menjadi dokter itu rumit, mungkin cita-cita saya berubah saja menjadi "istri dokter". Either way, it happens"☺
Comments
Post a Comment