Skip to main content

Hukuman Kebiri. Pantaskah Dokter menjadi Eksekutor?

Kebiri bertujuan untuk menurunkan level hormon testosteron ke level pre-pubertas. Mensupresi pikiran dan perilaku seksual yang menyimpang pada pelaku kejahatan seksual anak.


Kebiri (kastrasi) dapat dilakukan dengan dua metode, antara lain :
  1. Operasi (surgical / physical castration).
  2. Agen kimiawi (chemical castration). 

Agen kimia yang digunakan yaitu golongan antiandrogen, seperti : 
  • gonadotrophin- releasing Hormone(GnRH). 
  • cyproterone acetate (CPA) atau medroxyprogesterone acetate (MPA). 

Pemberian agen kimia dilakukan dengan suntikan intramuskular secara berkala hingga level testosterone yang diharapkan tercapai. Efektivitas kebiri kimia masih banyak dipertanyakan karena hasil penelitian bervariasi. Namun hingga saat ini belum ada uji coba klinis yang dilakukan untuk membuktikan hipotesis.

Efek Samping Terapi Antiandrogen. 
Gejala yang muncul umumnya berupa :
  1. Turunnya libido.
  2. Turunnya kemampuan ereksi.
  3. Atrofi otot.
  4. Penurunan sel darah merah.
  5. Pengeroposan tulang.
  6. Gangguan fungsi kognitif.
  7. Kenaikan berat badan.
  8. Insomnia.
  9. Nyeri kepala.
  10. Feminisasi karakteristik fisik.
  11. Gangguan mood berat hingga depresi.

Kasus hukum kebiri kimia bukan hal baru dalam sistem hukum Indonesia. Isu kembali muncul ke permukaan saat hakim menjatuhkan hukuman penjara dan kebiri kimia pada pelaku pemerkosaan anak di Mojokerto. 

Hingga saat ini Ikatan Dokter Indonesia masih dengan sikap tidak menyetujui bila dokter menjadi eksekutor kebiri kimia pada pelaku pemerkosaan.

Dasar Hukum Kebiri. 
Hukuman kebiri diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perubahan terletak pada pasal 81 ayat (7) yang berbunyi :
“Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.”

Jangka waktu hukuman kebiri kimia ditentukan oleh pengadilan, seperti tertulis pada pasal 81 ayat (8) :
“Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.”

Dan pada pasal 81A ayat (1) yang berbunyi :
“Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok."

Pada pasal 81A ayat (3) tertulis :
“Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.”


Pantaskah dokter menjadi eksekutor hukuman kebiri? Mengapa dokter ditunjuk sebagai eksekutor?

Tanggapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) :
Ikatan Dokter Indonesia telah menyatakan penolakannya untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri. 

Sekertaris Jenderal (Sekjen PB IDI) Pengurus Besar IDI, dr. Moh Adib Khumaidi, Sp.OT menyatakan bahwa :
"Eksekusi kebiri kimia bertentangan dengan sumpah, etika dan disiplin kedokteran yang berlaku internasional."


“Sikap Ikatan Dokter Indonesia tetap sama, bukan menolak hukumannya tapi Ikatan Dokter Indonesia menolak sebagai eksekutornya karena melanggar sumpah dan etika kedokteran.”


Dokter dianggap sebagai profesi yang tepat dikarenakan dalam pelaksanaan prosedur ini memiliki risiko dan komplikasi pada terpidana, karena kompetensinya dokter dianggap tepat. Namun di sisi lain, dokter tampaknya bukanlah eksekutor yang tepat. 

Mengacu pada Kode Etik Kedokteran tahun 2012 pasal 5 yang menyatakan :
“Setiap perbuatan/nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien / keluarganya dan hanya dibierikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.”

Selain itu, prinsip kedokteran mengacu pada kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine). Hingga saat ini belum ada penelitian uji klinis yang menyatakan efektivitas terapi antiandrogen/kebiri terhadap perilaku dan tindak kejahatan seksual.

Ikatan Dokter Indonesia pada tahun 2016 memberikan solusi berupa profesi kesehatan lain untuk ditunjuk sebagai eksekutor, sebagai berikut :
“Eksekutor itu bisa saja bukan dokter, tapi orang-orang yang mungkin merupakan tenaga kesehatan lain yang bukan dokter, yang dilatih untuk itu.” 
  • Peran dokter hanya untuk memastikan apakah dosis yang digunakan sudah benar dan apakah targetnya sudah tercapai atau belum.
  • Dokter polisi (dokpol) menyatakan bersedia melaksanakan prosedur tersebut apabila diperintahkan. Hal ini didasari oleh tugas Polisi Republik Indonesia (Polri) yang wajib tunduk dan melaksanakan ketetapan hukum dari Mahkamah Agung.

Dokter perlu ingat akan sumpah pertama ketika dilantik sebagai seorang dokter, Hipocratic Oath. Pada poin pertama “First do no harm”.

Kebiri kimia memiliki banyak efek samping yang potensial menimbulkan kesakitan, baik kesakitan fisik maupun mental karena hal tersebut dilakukan bukan karena keinginan pasien sendiri, melainkan berupa paksaan/hukuman.

Mengacu pada Kode Etik Kedokteran pasal 5 tahun 2012 : maka tindakan apapun yang bukan bertujuan untuk menyembuhkan atau meningkatkan kualitas hidup pasien, adalah bertentangan dengan tugas seorang dokter.

Peran dokter dalam hukuman kebiri dapat dimaksimalkan dalam sisi rehabilitasi, sesuai dengan UU nomor 17 tahun 2016 pasal 81A ayat (3) untuk membantu terpidana dari segi fisik dan mental untuk menghadapi hukuman tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri...

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge...

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.