Skip to main content

Pedoman farmakoterapi untuk pengobatan kandung kemih overaktif

Pedoman berikut ini dapat digunakan dalam pengobatan farmakoterapi kandung kemih overaktif untuk meningkatkan luaran klinis dan meminimalisasi efek samping terapi.


Intervensi Konservatif.
Terapi perilaku dan stimulasi listrik perlu ditawarkan dalam spektrum penatalaksanaan primer efektif sindrom kandung kemih overaktif.

Intervensi Farmakoterapi : Antikolinergik.
  • Oksibutinin (Ditropan, Ditropan XL) : Oksibutinin oral lepas cepat maupun lambat dan oksibutinin transdermal dapat memberikan perbaikan klinis objektif yang signifikan dalam 12 minggu. Oksibutinin lepas cepat lebih unggul dari segi efektivitas biaya, namun memiliki efek samping yang lebih banyak daripada antikolinergik lainnya. Efek samping oksibutinin transdermal lebih sedikit dibandingkan dengan oksibutinin oral.
  • Tolterodin (Detrol, Detrol LA) : Tolterodine lepas cepat maupun lambat dapat memberikan perbaikan klinis objektif yang signifikan dalam waktu12 minggu.
  • Trospium (Trosec IR and XR) : Trospium lepas cepat maupun lambat dapat memberikan perbaikan klinis objektif yang signifikan dalam waktu 12 minggu. Trospium adalah pilihan antikolinergik untuk pasien dengan sindrom kandung kemih overaktif yang memiliki gangguan kognitif atau sedang mengkonsumi obat inhibitor CYP450.
  • Solifenasin (VESIcare) : Solifenasin dapat memberikan perbaikan klinis objektif yang signifikan dalam waktu 12 minggu. Solifenasin dapat menjadi obat pilihan untuk pasien sindrom kandung kemih overaktif yang berusia lanjut atau dengan gangguan kognitif.
  • Darifenasin (Enablex) : Darifenasin dapat memberikan perbaikan klinis objektif yang signifikan dalam waktu 12 minggu. Darifenasin adalah pilihan antikolinergik untuk pasien dengan sindrom kandung kemih overaktif yang memiliki penyakit jantung atau gangguan kognitif.

Efikasi Klinis : Perbandingan Antikolinergik dengan terapi tanpa obat.
Pasien dengan sindrom kandung kemih overaktif perlu ditawarkan pilihan terapi antara lain : 
  1. Latihan kandung kemih (otot panggul).
  2. Stimulasi listrik.
  3. Terapi antikolinergik.

Tidak ada perbedaan tingkat kesembuhan diantara ketiganya. Terapi kombinasi tidak memberi manfaat yang lebih, jadi disarankan untuk memilih satu terapi saja.

Pilihan obat dan dosis Antikolinergik.
Pemilihan obat antikolinergik dilakukan dengan mempertimbangkan komorbiditas setiap pasien. Penambahan dosis tinggi tidak meningkatkan parameter objektif, justru berisiko menambah efek samping. Untuk mengurangi efek samping, disarankan memberi dosis yang lebih rendah dengan menggunakan formula lepas lambat atau pemberian dengan cara transdermal.

Tingkat kepatuhan dan kontinuitas.
Pasien perlu diberikan edukasi mengenai hal berikut :
  1. Efikasi pengobatan.
  2. Ekspektasi yang realistis.
  3. Lama pengobatan.

Edukasi tersebut diberikan pada pasien setelah inisiasi terapi antikolinergik, karena tingkat kontinuitas terapi yang rendah.

Intervensi farmakoterapi.
Oral estrogen (Transdermal estrogen) tidak direkomendasikan untuk pengobatan sindrom kandung kemih overaktif karena efeknya serupa dengan placebo. Estrogen vaginal dapat ditawarkan untuk perbaikan subjektif dari gejala sindrom tersebut.

Kandung kemih Overaktif Refrakter.
Untuk pasien dengan sindrom kandung kemih overaktif yang tidak berespon terhadap terapi konservatif, antikolinergik atau estrogen vaginal dapat diberikan terapi sebagai berikut :
Injeksi toksin botulinum intravesika.
Stimulasi syaraf sakrum dan tibialis posterior.

Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri...

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge...

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.