Skip to main content

Kasus medis keropeng pada kulit kepala dengan diagnosis klinis Tularemia

Penjelasan kasus.
Anak laki-laki usia 18 bulan, mengalami keluhan sebagai berikut :
  1. Demam sudah 3 hari.
  2. Batuk.
  3. Rinorea.
  4. Pasien awalnya mendapat IVIG dan aspirin dosis tinggi serta klindamisin intravena sebagai terapi empiris untuk limfadenitis.
  5. Orang tua mengaku telah membuang kutu dari daerah tersebut sekitar 3 hari sebelum memeriksakan diri ke IGD.


Diagnosis medis :
Penyakit zoonosis bakteri tularemia.

Pemeriksaan yang dilakukan :
  1. Ruam difus yang konfluens tidak gatal, tersebar di permukaan ekstensor kedua kaki dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). 
  2. Pemeriksaan PCR virus positif untuk virus parainfluenza.
Keterangan I :
  • Pasien dipulangkan pada hari yang sama setelah mendapat penanganan IGD. 
  • Keesokan harinya, pasien mengalami bengkak di kedua tangan dan kaki dengan limfadenopati servikal posterior kanan yang nyeri.
  • Disertai dengan demam yang persisten.
  • Pemeriksaan patologis menunjukkan leukositosis penanda inflamasi tinggi. 
  • Berdasarkan gejala yang tidak lengkap, diagnosa mengarah pada indikasi penyakit Kawasaki.
  • Pasien dirawat di rumah sakit.
Pemeriksaan fisik :
  1. Pemeriksaan fisik menunjukkan keropeng berukuran 1 × 1 cm pada kulit kepala. Menurut keterangan, gejala yang timbul saat ini terjadi sebelum gigitan kutu (gigitan kutu dianggap bukan penyebab keluhan). 
  2. Pemeriksaan penyakit Lyme tidak dilakukan karena pasien tidak menunjukkan gejala penyakit Lyme seperti, eritema migrans, komplikasi muskuloskeletal atau manifestasi SSP.
Keterangan II :
  • Anak kembali dibawa ke IGD tiga hari setelah pulang dengan kondisi anemia berat dan masih demam. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran moderat hati dan limfa.
  • Terbentuk eskar hitam di atas keropeng di kulit kepala.
  • Kemungkinan sindrom hemofagositik limfohistiositosis (HLH) dipertimbangkan. Namun, kadar trigliserida normal, sementara feritin sedikit meningkat, sudah diperkirakan dalam proses inflamasi akut.
  • Dilakukan transfusi PRC dan dilakukan biopsi sumsum tulang, hasilnya normal. 
  • Kultur darah ulang dan kultur dari eskar negatif.
Pemeriksaan kedua :
Riwayat gigitan kutu, serum darah dikirim untuk tes serologi antibodi tularemia.

Diagnosis banding :
  • Anemia hemolitik autoimun.
  • Artritis idiopatik juvenil.
  • Hemolisis dipicu IVIG (Hemolisis disingkirkan berdasarkan hitung retikulosit normal dan tes Coombs langsung dan tidak langsung hasilnya negatif).
Terapi yang diberikan :
  1. Pasien mendapat terapi empiris gentamisin intravena.
  2. Diberikan dosis metilprednisolon karena diperkirakan mengalami arthritis idiopatik juvenil.
  3. Demam membaik pada hari ke-19. 
Hasil uji :
  • Uji aglutinasi langsung tularemia : hasil positif.
  • Pada hari ke-19 dengan titer 1: 10,240 (F. tularensis AB).
  • Pasien didiagnosis tularemia tipe glandular dan diperbolehkan pulang dengan ciprofloxacin oral pada hari ke-20.
Ringkasan materi :
Francisella tularensis adalah agen penyebab penyakit zoonosis bakteri tularemia. Penyakit tersebut sebagian besar endemik di belahan bumi utara. Gejala yang terjadi nonspesifik, sehingga mirip dengan gejala penyakit lain seperti penyakit Kawasaki (dalam kasus ini). Oleh sebab itu gejala awal dapat mengecoh dan membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi dalam membuat diagnosis yang tepat.
Berdasarkan cara inokulasi : 
  1. Presentasi dapat bervariasi dari pembentukan papul yang terlokalisasi dan limfadenitis nyeri.
  2. Gejala menyerupai flu, faringitis eksudatif dan tonsilitis.
  3. Muncul eskar hitam di atas lesi ulserasi yang terasa nyeri di tempat inokulasi (untuk menemukan diagnostik yang lebih spesifik, memerlukan waktu 7–10 hari agar dapat terlihat).

Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.