Skip to main content

Kontrasepsi IUD dapat menurunkan risiko kanker serviks

Berbagai jenis kontrasepsi masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan dalam fungsi dan keamanannya. Pemilihan dan penggunaannya disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan kenyamanan penggunanya. Salah satu jenis kontrasepsi yang aman digunakan, yaitu IUD (Ultrauterine Device). Namun, tidak sedikit wanita yang takut menggunakan alat kontrasepsi IUD dikarenakan bentuknya.

Image source: Biologycal 

Kontrasepsi Ultrauterine Device (IUD) memiliki cara kerja yaitu mencegah terjadinya implantasi atau penempelan zygot pada dinding rahim. IUD merupakan alat kontrasepsi berbentuk huruf T, yang dimasukkan ke dalam rahim dan satu-satunya kontrasepsi yang dipasang melewati mulut rahim. Dengan demikian penggunaan alat kontrasepsi IUD dikaitkan dengan risiko terjadinya kanker serviks. Kanker serviks merupakan kanker mulut rahim yang menjadi penyebab kematian nomor 1 bagi wanita. Kanker ini disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Salah satu penularannya melalui aktivitas hubungan seksual yang tidak aman. 

Tidak perlu khawatir, penggunaan alat kontrasepsi IUD dapat merespon peradangan sehingga sangat efektif dalam mencegah dan menghilangkan virus HPV di dalam rahim. Dalam jurnal penelitian di Spanyol, menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi IUD dapat menurunkan risiko kanker serviks dan kanker endometrium secara signifikan.

Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal medis berjudul The Lancet Oncology dengan hasil sebagai berikut :
  • Kontrasepsi IUD dapat menurunkan risiko kanker serviks tipe squamous-cell carcinoma hingga 44%.
  • Kontrasepsi IUD dapat menurunkan risiko kanker serviks tipe adenocarcinoma dan tipe adenosquamous carcinoma hingga 54%.


Jika keadaan leher rahim wanita dalam keadaan sehat, maka penggunaan alat kontrasepsi IUD tidak akan berpengaruh terhadap risiko munculnya kanker serviks. Kanker serviks terjadi karena sudah adanya infeksi virus HPV di dalam mulut rahim sebelum menggunakan IUD. Sehingga penggunaan IUD setelah terinfeksi akan memperparah kondisi kanker tersebut. Kesimpulannya, penggunaan alat kontrasepsi IUD tidak meningkatkan risiko terkenanya kanker serviks, sebaliknya justru dapat menurunkan resiko kanker serviks. 

Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.