Skip to main content

Masyarakat wajib mengikuti ORI (Outbreak Response Imunization) Difteri, pahami dahulu jenis dan merek vaksinnya

Untuk mencegah agar wabah Difteri tidak semakin meluas, pemerintah mengadakan program khusus ORI (Outbreak Response Imunization). ORI Difteri adalah upaya pemberian imunisasi tambahan untuk meningkatkan kekebalan tubuh masyarakat terhadap bakteri penyebab Difteri yang ganas dan mematikan. Langkah ini dilakukan sebagai respon cepat terhadap berkembangnya kasus Difteri di Indonesia. ORI merupakan program gratis pemerintah yang dilaksanakan di sekolah, Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. 


Imunisasi Difteri sudah lama menjadi program imunisasi nasional gratis. Namun disayangkan, kesadaran imunisasi masyarakat di beberapa daerah masih rendah sehingga Indonesia harus mengalami wabah seperti ini.


Seorang anak harus memiliki catatan lengkap imunisasi Difteri, sebagai berikut :
  1. Usia kurang dari 1 tahun harus mendapatkan 3 kali imunisasi Difteri (DTP).
  2. Anak usia 1 tahun - 5 tahun harus mendapatkan imunisasi ulangan sebanyak 2 kali.
  3. Anak usia sekolah harus mendapatkan imunisasi Difteri melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), siswa SD kelas 1, kelas 2, kelas 3 atau kelas 5.
  4. Setelah itu, imunisasi ulangan dilakukan setiap 10 tahun, termasuk orang dewasa. Apabila status imunisasi belum lengkap, segera lakukan imunisasi di fasilitas kesehatan terdekat.

Semua anak wajib mengikuti ORI program khusus pemerintah dalam mengatasi wabah, meskipun status imunisasi sebelumnya sudah lengkap.


Vaksin Difteri untuk usia dewasa berbeda dengan vaksin Difteri untuk anak-anak (vaksin DTP).


Ada 2 merek vaksin Difteri untuk dewasa yang beredar, gunakan salah satunya :
Vaksin Td.
Vaksin Td diproduksi oleh PT Biofarma. 
  • T (huruf kapital) = Tetanus.
  • d (huruf kecil) = Difteri dengan antigen yang direduksi.
Penulisan huruf tidak boleh salah karena memiliki arti berbeda. Pada vaksin Difteri untuk anak-anak semua hurufnya ditulis menggunakan huruf kapital (vaksin DTP).

Boostrix.
Vaksin Difteri merek Boostrix mengandung Tdap.
  • T (huruf kapital) = Tetanus.
  • d (huruf kecil) = Difteri yang dosis antigennya direduksi.
  • p (huruf kecil) = Pertusis yang dosis antigennya direduksi.

Jangan gunakan vaksin Difteri anak untuk mengimunisasi orang dewasa. Kekeliruan ini masih banyak terjadi.

Catatan :
  • Vaksin DTP digunakan hanya untuk anak sampai usia 7 tahun.
  • Vaksin Td atau Tdap digunakan untuk usia lebih dari 7 tahun.
Vaksin Difteri (Td/Tdap) sebaiknya diulang tiap 10 tahun pada orang dewasa, saat terjadi wabah maupun tidak terjadi wabah.


Imunisasi Difteri untuk ibu hamil.
Dari penelitian pada hewan dan Post Marketing Surveillance, imunisasi Difteri tidak memberi pengaruh buruk pada janin.
Umumnya diberikan pada trimester II & III, namun bila memang terpapar dan ada sumber penularan di lingkungan, lakukan segera imunisasi pada kehamilan trimester I.

Ibu hamil yang akan melakukan imunisasi Difteri, dianjurkan untuk menggunakan vaksin Tdap merek (Boostrix & Adacel). Tanyakan ketersediaan vaksin merek ini pada Rumah Sakit.


Jika tidak sempat mengikuti program pemerintah ORI. Silakan lakukan imunisasi mandiri ke Rumah Sakit tujuan anda.
  • Untuk imunisasi anak, kunjungi dokter umum atau dokter spesialis anak.
  • Untuk imunisasi usia dewasa, kunjungi dokter umum atau dokter spesialis penyakit dalam. 

Sebelum melakukan imunisasi, penting untuk memahami jenis dan merek vaksin yang dibutuhkan. Tanyakan pada dokter atau Rumah Sakit ketersediaan jenis vaksin yang dibutuhkan.


Setelah melakukan imunisasi Difteri mungkin badan akan merasakan demam. Tidak perlu khawatir, semua jenis vaksin dapat menyebabkan demam. Demam adalah tanda vaksin bekerja di dalam tubuh. Seluruh masyarakat wajib mengikuti program ORI (Outbreak Response Imunization) untuk memutus rantai wabah Difteri. Petugas kesehatan juga wajib diimunisasi pengulangan, apalagi yang berhadapan langsung dengan pasien tentunya sangat rentan terjadi penularan. Lindungi diri dengan imunisasi agar terhindar dari penyakit menular yang dapat mengancam jiwa.



Comments

Popular posts from this blog

Penyakit Brahma, benarkah penyakit kutukan? Simak penjelasannya dalam ilmu medis

Indonesia kaya akan budaya yang sebagian masyarakatnya masih mempercayai tahayul. Dalam masyarakat Betawi, dikenal penyakit Brahma yang konon terjadi akibat melewati tempat bekas orang berzina. Penyakit tersebut diyakini hanya bisa disembuhkan dengan cara disembur oleh dukun kemudian dioleskan campuran daun brahma merah, jamur pandan merah dan minyak kelapa. Pada kasus yang terjadi, penderitanya datang dengan keluhan demam, muncul lesi seperti bisul berisi air disertai rasa panas seperti terbakar, beberapa diantaranya sampai meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran tidak dikenal penyakit Brahma air ataupun Brahma api. Dilihat dari gejala fisiknya, penyakit tersebut masuk dalam kategori infeksi akut. Jenis infeksi akut salah satunya adalah sepsis. Hampir 95% gejala penyakit Brahma (yang disebut oleh orang betawi), sesungguhnya merupakan gejala sepsis. Sepsis adalah kondisi peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi bakteri ataupun mikroorganisme di dalam darah, uri

Kista Bartholin (benjolan di bibir vagina), penyebab dan gejalanya

Pernahkah anda mendengar istilah kista Bartholin? Kista Bartholin merupakan benjolan yang tumbuh pada lipatan bibir vagina akibat penyumbatan saluran kelenjar Bartholin. Kelenjar Bartholin terletak di seluruh sisi dinding vagina yang berfungsi mengeluarkan cairan untuk membantu melumaskan vagina saat berhubungan seksual. Tumbuhnya kista Bartholin umumnya terjadi pada wanita di masa usia subur atau menjelang menopause. Faktor penyebab tersumbatnya saluran kelenjar Bartholin : Iritasi jangka panjang pada vagina. Peradangan akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Neisseria gonorrhoeae . Infeksi penyakit menular seksual akibat bakteri Chlamydia trachomatis . Dalam kasus yang terjadi, kista Bartholin biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, kista dapat terinfeksi bakteri sehingga terbentuk nanah menjadi abses Bartholin. Proses terbentuknya kista Bartholin : Kelenjar Bartholin memiliki saluran untuk menge

Kasus medis gatal dan panas di leher (Dermatitis Venenata)

Penjelasan kasus. Seorang wanita usia 40 tahun, ibu rumah tangga sehari-hari menggunakan jilbab datang dengan keluhan sebagai berikut : Muncul plenting di kulit leher sejak 3 minggu (plenting yang dimaksud adalah vesikel-bula). Plenting terasa gatal dan panas. Oleh dokter dikatakan pasien mengalami herpes. Sudah diberi acyclovir zaft dan acyclovir tab, obat sudah habis namun tidak sembuh. Diagnosis medis : Lesi hanya soliter dan terbatas pada 1 regional saja, menurut saya ini bukan herpes. Herpes tidak tepat diberikan acyclovir cream untuk kasus herpes zoster. Dari anamnesis dan gambaran dermatologi, pasien menderita Dermatitis Venenata. Terapi yang diberikan : Tes Kalium hidroksida (KOH) 10% dan lampu wood. Metilprednisolon tab 3 x 4 mg. Natrium diklofenak tab 3 x 50 mg prn. Cetirizine tab 1 x 10 mg prn. Digenta cream 2 x 1 ue. Kontrol kembali 5 hari kemudian.