Setelah teror virus Zika merebak pada tahun 2016 lalu, kini negara Asia Tenggara kembali diteror oleh penularan virus Japanese Encephalitis. Kasus infeksi virus Japanese Encephalitis pertama kali terjadi di Jepang pada tahun 1871, kemudian kasus selalu terjadi tiap tahunnya dan saat ini kembali mewabah di tahun 2017. Virus Japanese Encephalitis telah menyebabkan kematian ratusan orang di beberapa negara Asia termasuk Indonesia.
image source: biology.com
Japanese Encephalitis adalah penyakit peradangan otak yang ditularkan oleh nyamuk culex tritaeniorhynchus. Awal infeksi virus Japanese Encephalitis terjadi pada nyamuk, babi dan unggas rawa. Namun, virus ini juga dapat tertular ke manusia melalui gigitan nyamuk culex. Nyamuk culex muncul pada malam hari dan banyak berkembang biak di daerah persawahan. Di Indonesia, provinsi yang terserang virus Japanese Encephalitis adalah Bali. Bali merupakan provinsi yang terdapat banyak area persawahan dan peternakan babi, serta akses keluar masuknya turis dari negara-negara lain yang juga terserang virus Japaness Encephalitis.
Menurut WHO angka kejadian penyakit Japanese Encephalitis tergolong cukup tinggi setiap tahunnya di negara Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Penyakit Japanese Encephalitis dapat menyebabkan kerusakan otak. Peradangan otak yang terjadi tidak menular, tetapi virus Japanese Encephalitis lah yang dapat menular melalui gigitan nyamuk.
Faktor risiko terserangnya virus Japanese Encephalitis adalah :
- Sistem kekebalan tubuh yang lemah.
- Tinggal di daerah persawahan yang merupakan habitat nyamuk culex.
- Tinggal berdekatan dengan peternakan babi.
Penyakit Japanese Encephalitis ditandai dengan gejala sebagai berikut :
- Demam.
- Menggigil.
- Sakit kepala.
- Halusinasi.
- Gangguan pendengaran.
- Kesulitan berbicara.
- Mual.
- Kaku pada tengkuk.
- Kejang.
- Kelumpuhan.
- Kehilangan kesadaran.
Pemeriksaan untuk mendiagnosa penyakit Japanese Encephalitis dilakukan dengan cara :
- Pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan CT Scan.
- Pemeriksaan MRI.
- Pemeriksaan darah.
- Pemeriksaan sumsum tulang belakang.
- Biopsi otak.
- Electroencephalogram.
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mengobati infeksi virus Japanese Encephalitis. Pengobatan hanya dapat dilakukan sesuai dengan gejala yang ditimbulkan. Tujuannya untuk mengurangi angka kematian akibat virus Japanese Encephalitis. Orang yang terinfeksi virus Japanese Encephalitis perlu dirawat inap supaya dapat diobservasi secara ketat oleh dokter. Tindakan yang dilakukan dalam proses pengobatan antara lain :
- Pasien diharuskan beristirahat total.
- Pemenuhan cairan tubuh.
- Pemberian obat penurun demam.
- Pemberian obat pereda nyeri.
Usaha yang dilakukan untuk menanggulangi wabah penularan penyakit Japanese Encephalitis adalah :
- Memperkecil populasi unggas rawa.
- Memberikan vaksinasi pada babi.
- Menghindari gigitan nyamuk.
- Melakukan imunisasi Japanese Encephalitis pada manusia.
Cara paling efektif mencegah penyakit Japanese Encephalitis adalah dengan imunisasi. Menteri Kesehatan Republik Indonesia akan mengkampanyekan imunisasi Japanese Encephalitis masuk ke dalam program imunisasi rutin pada anak usia 9 bulan yang diberikan bersamaan dengan imunisasi campak. Daerah-daerah yang banyak terdapat persawahan dan peternakan babi memiliki risiko yang tinggi terkena wabah penyakit Japanese Encephalitis. Imunisasi pada anak-anak dan orang dewasa perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus dan mengurangi angka kematian akibat penyakit Japanese Encephalitis.
Comments
Post a Comment